Segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berlomba dalam menggapai dunia bukan
hal yang asing lagi di tengah kita. Untuk masuk perguruan tinggi terkemuka,
kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin dapat yang
terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia kelak.
Namun amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat.
Sedikit orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini.
Cobalah saja perhatikan bagaimana orang-orang lebih senang menghafal berbagai
tembangan ‘nyanyian’
daripada menghafalkan Al Qur’an Al Karim. Bahkan lebih
senang menjadi nomor satu dalam hal tembangan, lagu apa saja yang dihafal,
daripada menjadi nomor satu dalam menghafalkan Kalamullah. Di dalam shalat
jama’ah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang sampai menyerahkan
shaf terdepan pada orang lain. “Monggo, Bapak saja yang di depan”, ujar
seseorang. Akhirat diberikan pada orang lain(?). Padahal shaf terdepan adalah
shaf utama dibanding yang di belakangnya bagi kaum pria. Demikianlah karena
tidak paham dalam hal menjadi nomor satu dalam kebaikan akhirat sehingga rela jadi
yang terbelakang.
Ayat yang patut direnungkan bersama
pada kesempatan kali ini adalah firman Allah Ta’ala,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan)
ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21)
Ada beberapa faedah yang bisa kita
petik dari ayat di atas.
Faedah pertama
Dalam ayat ini begitu jelas bahwa
Allah memerintahkan berlomba-lomba untuk meraih ampunan dan surga-Nya.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,
“Berlombalah menjadi yang terdepan dalam beramal sholih yang menyebabkan
datangnya ampunan dari Rabb kalian, serta bertaubatlah atas maksiat yang kalian
perbuat.”
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Allah memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam meraih ampunan Allah,
ridho-Nya, dan surga-Nya. Ini semua bisa diraih jika seseorang melakukan sebab
untuk mendapatkan ampunan dengan melakukan taubat yang tulus, istighfar yang
manfaat, menjauh dari dosa dan jalan-jalannya. Sedangkan berlomba untuk meraih
ridho Allah dilakukan dengan melakukan amalan sholih dan semangat menggapai
ridho Allah selamanya (bukan sesaat). Bentuh dari menggapai ridho Allah tadi
adalah dengan berbuat ihsan (berbuat baik) dalam beribadah kepada Sang Khaliq
dan berbuat ihsan dalam bermuamalah dengan sesama makhluk dari segala segi.”
Faedah kedua
Dalam masalah akhirat seharusnya
seseorang berlomba untuk menjadi yang terdepan. Inilah yang diisyaratkan dalam
ayat lainnya,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan”
(QS. Al Baqarah: 148).
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu
hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthoffifin: 26). Artinya, untuk
meraih berbagai nikmat di surga, seharusnya setiap berlomba-lomba.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah
menerangkan, “Para sahabat memahami bahwa mereka harus saling berlomba
untuk meraih kemuliaan di surga. Mereka berusaha menjadi terdepan untuk
menggapai derajat yang mulia tersebut. Oleh karena itu, jika di antara mereka
melihat orang lain mendahului mereka dalam beramal, mereka pun bersedih karena
telah kalah dalam hal itu. Inilah bukti bahwa mereka untuk menjadi yang
terdepan.”
Kita dapat melihat pula dalam kalam
ulama salaf lainnya.
Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,
“Jika engkau melihat orang lain mengunggulimu dalam hal dunia, maka kalahkanlah
ia dalam hal akhirat.”
Wuhaib bin Al Ward rahimahullah mengatakan,
“Jika engkau mampu tidak ada yang bisa mengalahkanmu dalam hal akhirat, maka
lakukanlah.”
Sebagian salaf mengatakan, “Jika
engkau mendengar ada yang lebih taat pada Allah darimu, seharusnya engkau
bersedih karena telah kalah dalam hal ini.”
Coba kita
bayangkan keadaan kita saat ini. Tidak ada rasa sedih. Tidak ada rasa dikalahkan. Perasaan hanya
biasa-biasa saja jika ada yang mengungguli kita dalam hal akhirat. Akhirnya,
untuk menggapai surga pun menjadi lemah. Kemanakah hati yang lemah? Yang Allah
tunjukilah kami ke jalan-Mu!
Faedah
ketiga
Bagaimanakah
luasnya surga? Lihatlah keterangan dalam ayat
selanjutnya,
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السماء والأرض
“Dan surga yang lebarnya selebar
langit dan bumi”. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Jika lebar
surga saja selebar langit dan bumi. Lantas bagaimanakah lagi dengan
panjangnya.” Demikianlah luasnya surga. Namun sedikit yang mengetahui
hal ini, sehingga lihatlah sendiri bagaimana dunia begitu dikejar dibanding
akhirat. Padahal jauh sekali antara kenikmatan surga dibanding dunia.
Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Satu bagian kecil nikmat di
surga lebih baik dari dunia dan seisinya.” Seharusnya kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.
Faedah keempat
Modal
surga adalah dengan beriman pada Allah dan Rasul-Nya. Iman yang dimaksud di
sini mencakup iman yang pokok (ushulud diin) dan iman yang di luar pokok agama
(furu’). Dari sini, berarti bukan hanya ushulud diin saja yang
wajib diimani. Namun pada perkara yang di luar pokok agama jika telah sampai
ilmunya pada kita, wajib pula diimani. Contohnya, kita punya kewajiban pada
hari akhir secara umum. Namun jika datang ilmu mengenai perinciannya seperti di
antara tanda datangnya kiamat adalah munculnya Dajjal, maka ini juga patut
diimani.
Faedah
kelima
Seseorang
tidaklah memasuki surga melainkan dengan rahmat Allah. Sebagaimana
pula disebutkan dalam hadits,
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata,
ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal
seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga
tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun
tidak. Itu semua hanyalah
karena karunia dan rahmat Allah.”
Sedangkan
firman Allah Ta’ala,
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Surga yang lebarnya selebar
langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya”. Mungkin ayat ini dapat dipahami
bahwa seseorang memasuki surga karena amalannya yaitu beriman pada Allah dan
Rasul-Nya. Bagaimana
mengkompromikannya?
Ada
beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:
1. Yang
dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk
surga karena amalan.
2. Amalan
itu sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau bukan karena
karunia dan rahmat Allah, tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya
amalan juga karena sebab rahmat Allah bagi hamba-Nya.
3. Amalan
hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab
seseorang masuk ke dalam surga.
4. Amalan
yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah beri.
Itulah yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya.
Maksudnya ia tidak bisa ganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan
seseorang ke dalam surga hanyalah rahmat dan karunia Allah.
Faedah
keenam
Beriman
dan beramal sholih, itu adalah karunia dan anugerah dari Allah Ta’ala. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat dalam hadits berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – وَهَذَا حَدِيثُ قُتَيْبَةَ أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ. فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ ». قَالُوا يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ وَلاَ نَتَصَدَّقُ وَيُعْتِقُونَ وَلاَ نُعْتِقُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ مَرَّةً ». قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ »
Dari Abu Hurairah -dan ini adalah
hadis Qutaibah- bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sambil berkata, “Orang-orang kaya telah memborong
derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang
kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami
berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa
membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu
yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan
kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak
seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian
lakukan?” Mereka menjawab, “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau
bersabda, “Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat
sebanyak tiga puluh tiga kali.” Abu shalih berkata, “Tidak lama kemudian
para fuqara’ Muhajirin kembali ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
berkata, “Ternyata teman-teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami
kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya!“
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah
mengatakan, “Seorang hamba dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan
kehendak Allah. Tidak ada yang mungkin dapat menghalangi pemberian Allah dan
tidak mungkin ada yang dapat memberi apa yang Allah halangi. Ketahuilah bahwa
kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya. Allahlah yang benar-benar Maha Mulia,
Maha Pemberi dan tidak kikir.”
Begitu
nikmat-Nya semakin merenungkan kalam ilahi. Ya Allah, berilah taufik pada kami
untuk semakin dekat pada-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar