Kamis, 14 Juni 2012

Bahaya Riba

Pendahuluan
Banyak di antara kita telah mengetahui bahwa riba itu haram. Baik melalui firman Allah, hadits Nabi, pendapat para ulama dan lembaga-lembaga fatwa di berbagai negara. Kita pun menyadari bahwa di antara praktek riba yang paling jelas di masyarakat kita adalah kegiatan meminjamkan uang dengan bunga atau yang dikenal dengan rente. Namun bersama dengan berkembangnya jaman, praktik-praktik riba juga berkembang dan merambah ke berbagai sendi kehidupan. Ada yang jelas bentuknya dan ada yang samar. Tulisan berikut mencoba mengingatkan kembali akan masalah yang sangat berbahaya ini, karena riba termasuk salah satu dosa besar.
Definisi Riba :
Secara bahasa riba adalah pertumbuhan atau tambahan, baik dalam kebaikan maupun keburukan. Sedangkan dalam istilah fikih riba diartikan sebagai tambahan atas harta pokok (modal) yang dipinjamkan sebagai kompensasi atas perbedaan waktu yang ada.
Hukum Riba
Riba haram hukumnya. Semua agama samawi (Yahudi, Nashrani dan Islam) mengharamkan riba.
1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an telah membicarakan tentang riba, tapi tidak mengharamkannya sekaligus, melainkan bertahap. Ada empat tahapan dalam pengharaman riba ini.
a. Ayat yang pertama turun tentang riba adalah ayat 39 surat ar-Rum (Makiyah): Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar-Rum [30]: 39)
Dalam ayat ini, Al-Qur’an belum menyatakan hukumnya. Ia hanya berbicara tentang hakikat pertambahan dari riba itu, dengan membandingkannya dengan zakat, untuk membangkitkan kesadaran jiwa manusia akan terget hukum pada akhirnya nanti. Riba di sisi Allah tidak ada nilainya apa-apa. Sementara menunaikan zakat merupakan perbuatan yang diridhai Allah Swt.
Ayat di atas mencoba menyadarkan bahwa tidak selamanya segala sesuatu itu harus diukur dari segi materi. Riba bagi manusia mungkin akan menambah hartanya. Sementara zakat bagi manusia dapat mengurangi hartanya. Tapi di sisi Allah, menunaikan zakat termasuk perbuatan yang terpuji dan riba tidak demikian.
b. Kemudian di Madinah, pada permulaan pembangunan Umat Islam dan peletakan dasar-dasar masyarakat muslim turunlah ayat 160-161 dari surat An-Nisa`:Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.(An-Nisa’ [4]: 160-161)
Di sini riba didudukkan secara terpisah dari memakan harta orang lain secara batil, karena efek riba itu tidak terbatas kepada orang-orang yang melakukannya, akan tetapi berpengaruh kepada seluruh komponen umat. Seharusnya dengan disebutkannya riba dalam konteks seperti itu, kaum muslimin saat itu sudah siap untuk menerima keputusan akhir dari Allah tentang haramnya riba.
c. Pada tahap ketiga ini, riba yang berlipat ganda diharamkan, mengingat dampaknya yang sangat keji terhadap orang-orang yang berhutang. Riba ini memakan habis harta mereka sehingga menjadi budak yang tak berdaya di hadapan para hartawan. Tahap ini tercermin dengan turunnya ayat 130 surat Ali Imran.Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(Ali Imran [3]: 130)
d. Inilah tahap terakhir dari pengharaman riba. Dan karenanya, ayat yang berbicara tentang riba dalam tahap ini amat jelas sehingga seharusnya menjadi rujukan ketika kaum muslimin berhadapan dengan segala bentuk riba. Dalam tahap ini turunlah ayat 275-281 surat Al-Baqarah.Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Al-Baqarah [2]: 275-281)
Ibnu Katsir berpendapat: Allah Swt menyatakan bahwa Dia akan memusnahkan riba atau menghancurkannya. Bisa secara keseluruhan dari harta yang dimiliki atau hilangnya keberkahan, sehingga harta tersebut tidak berguna. Bahkan, Dia akan mematikannya di dunia lantaran riba dan akan menyiksanya nanti di hari kiamat.
Ayat-ayat ini mengandung ancaman yang keras terhadap mereka yang tetap memakan riba. Ayat 281 itu sendiri dikatakan sebagai ayat paling akhir turun dari keseluruhan Al-Qur’an yaitu sembilan hari atau tujuh hari sebelum Rasulullah Saw. wafat. Ini saja sudah cukup mengindikasikan pentingnya pengetahuan yang jelas tentang masalah riba.
2 As-Sunnah
Rasulullah Saw. bersabda,Dari Abu Hurairah ra. Nabi Saw. bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang menghancurkan.” Para sahabat bertanya, “Apa saja wahai Rasul?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin yang menjaga diri.” (HR. Bukhari Muslim)
Tindakan riba tidak terbatas hanya orang yang memakannya, menambah atau orang yang mewakilkannya. Tetapi, riba juga mencakup setiap orang yang menulis dan orang yang menjadi saksi. Mereka semua sama dengan orang yang makan atau yang mewakili riba.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra. Nabi Saw. bersabda, “Riba memiliki 73 pintu. Yang paling ringan adalah seperti seorang lelaki menikahi ibunya sendiri. dan riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang muslim.”
Jabir ra. berkata, “Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda, "Mereka itu sama." (HR. Bukhari Muslim)
Oleh sebab itu, para ulama mengharamkan bekerja di beberapa bank yang memberlakukan sistem riba. Karena dia berarti membantu perbuatan batil yang diharamkan.
Padahal Allah Swt telah mengharamkannya.“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah [5]: 2)
Macam-macam Riba
Secara umum riba dibagi menjadi dua macam:Pertama, riba nasîah (dalam konteks utang-piutang). Yang dimaksud dengan riba nasîah adalah tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh orang yang memberikan piutang dari orang yang berutang, sebagai bayaran dari penangguhan tempo pembayaran. Praktik riba yang seperti ini diharamkan oleh al-Qur`an, hadits, dan ijma’. Riba ini dikenal dengan riba ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib yang diharamkan oleh Rasulullah Saw. pada saat haji wada’. Manajemen bank-bank konvensional di era sekarang ini sama persis dengan praktik riba ini.
Al-Hasshash berkata, “Riba yang dikenal dan dipraktikkan oleh orang-orang Arab adalah meminjamkan dirham dan dinar demi untuk mendapatkan tambahan dari kadar pinjaman yang berlandaskan pada asas rasa saling ikhlas (rela).”
Dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, giro dan lain-lain. Bank sebagai kreditur yang memberikan pinjaman mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined). Padahal nasabah yang mendapatkan pinjaman itu tidak mendapatkan keuntungan yang fixed and predetermined juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung, yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal. Jadi mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu diharamkan.
Kedua, riba al-fadhl (dalam konteks jual-beli).Yang dimaksud dengan riba al-fadhl adalah menjual (baca: menukar) uang dengan uang, atau makanan dengan makanan dengan ada penambahan. Praktik riba yang seperti ini diharamkan oleh hadits dan ijma’; karena riba al-fadhl merupakan mediator yang mengantarkan pada riba nasîah; Riba al-fadhl dipraktikkan dengan cara menjual sebuah barang dengan barang yang sejenis tapi dengan ada penambahan, seperti menjual menukar satu dirham dengan dua dirham secara kontan, atau menukar satu sha’ gandum dengan dua sha’ gandum, ataupun dengan yang lainnya.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Emas (ditukar) dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama-sama satu jenis dengan serah terima. Barangsiapa yang menambahkan atau meminta tambahan, itu berarti riba. Orang yang mengambil dan memberi hukumnya sama-sama riba.”
Efek Negatif Riba:
Dalam praketeknya, ada beberapa dampat negatif yang ditimbulkan riba, yaitu:
1. Riba dapat menumbuhkan rasa permusuhan di antara individu dan melemahkan nilai sosial dan kekeluargaan. Selain itu, riba dapat menimbulkan eksploitasi dan tindak kezaliman pada pihak tertentu.
2. Menumbuhkan sikap pemalas bagi orang yang mempunyai modal, di mana dia mampu mendapatkan uang banyak tanpa adanya sebuah usaha yang nyata.
3. Mendorong manusia untuk menimbun harta sambil menunggu adanya kenaikan interest rate.
4. Menimbulkan sifat elitisme dan jauh dari kehidupan masyarakat.
5. Membuat manusia lupa akan kewajiban hartanyam seperti infak, sedekah dan zakat.
6. Mendorong manusia untuk melakukan tindak kezaliman dan eksploitasi terhadap orang lain, baik pinjaman yang bersifat produktif maupun konsumtif. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar