Banyak di antara kita telah mengetahui bahwa
riba itu haram. Baik melalui firman Allah, hadits Nabi, pendapat para ulama dan
lembaga-lembaga fatwa di berbagai negara. Kita pun menyadari bahwa di antara
praktek riba yang paling jelas di masyarakat kita adalah kegiatan meminjamkan
uang dengan bunga atau yang dikenal dengan rente. Namun bersama dengan
berkembangnya jaman, praktik-praktik riba juga berkembang dan merambah ke
berbagai sendi kehidupan. Ada
yang jelas bentuknya dan ada yang samar. Tulisan berikut mencoba mengingatkan
kembali akan masalah yang sangat berbahaya ini, karena riba termasuk salah satu
dosa besar.
Definisi Riba :
Secara bahasa riba adalah pertumbuhan atau
tambahan, baik dalam kebaikan maupun keburukan. Sedangkan dalam istilah fikih
riba diartikan sebagai tambahan atas harta pokok (modal) yang dipinjamkan
sebagai kompensasi atas perbedaan waktu yang ada.
Hukum Riba
Riba haram hukumnya.
Semua agama samawi (Yahudi, Nashrani dan Islam) mengharamkan riba.
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an telah
membicarakan tentang riba, tapi tidak mengharamkannya sekaligus, melainkan
bertahap. Ada empat tahapan dalam pengharaman riba ini.
a. Ayat yang pertama
turun tentang riba adalah ayat 39 surat ar-Rum (Makiyah): Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar-Rum
[30]: 39)
Dalam ayat ini, Al-Qur’an belum menyatakan
hukumnya. Ia hanya berbicara tentang hakikat pertambahan dari riba itu, dengan
membandingkannya dengan zakat, untuk membangkitkan kesadaran jiwa manusia akan
terget hukum pada akhirnya nanti. Riba di sisi Allah tidak ada nilainya
apa-apa. Sementara menunaikan zakat merupakan perbuatan yang diridhai Allah
Swt.
Ayat di atas mencoba menyadarkan bahwa tidak
selamanya segala sesuatu itu harus diukur dari segi materi. Riba bagi manusia mungkin akan menambah hartanya.
Sementara zakat bagi manusia dapat mengurangi hartanya. Tapi di sisi Allah,
menunaikan zakat termasuk perbuatan yang terpuji dan riba tidak demikian.
b. Kemudian di Madinah,
pada permulaan pembangunan Umat Islam dan peletakan dasar-dasar masyarakat
muslim turunlah ayat 160-161 dari surat An-Nisa`:Maka disebabkan kezaliman
orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik
(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang
yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.(An-Nisa’ [4]: 160-161)
Di sini riba didudukkan
secara terpisah dari memakan harta orang lain secara batil, karena efek riba
itu tidak terbatas kepada orang-orang yang melakukannya, akan tetapi
berpengaruh kepada seluruh komponen umat. Seharusnya dengan disebutkannya riba
dalam konteks seperti itu, kaum muslimin saat itu sudah siap untuk menerima
keputusan akhir dari Allah tentang haramnya riba.
c. Pada tahap ketiga
ini, riba yang berlipat ganda diharamkan, mengingat dampaknya yang sangat keji
terhadap orang-orang yang berhutang. Riba ini memakan habis harta mereka
sehingga menjadi budak yang tak berdaya di hadapan para hartawan. Tahap ini
tercermin dengan turunnya ayat 130 surat Ali Imran.Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(Ali Imran [3]: 130)
d. Inilah tahap terakhir
dari pengharaman riba. Dan karenanya, ayat yang berbicara tentang riba dalam
tahap ini amat jelas sehingga seharusnya menjadi rujukan ketika kaum muslimin
berhadapan dengan segala bentuk riba. Dalam tahap ini turunlah ayat 275-281
surat Al-Baqarah.Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.Dan peliharalah dirimu dari (azab yang
terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.
Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang
telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
(Al-Baqarah [2]: 275-281)
Ibnu Katsir berpendapat:
Allah Swt menyatakan bahwa Dia akan memusnahkan riba atau menghancurkannya.
Bisa secara keseluruhan dari harta yang dimiliki atau hilangnya keberkahan,
sehingga harta tersebut tidak berguna. Bahkan, Dia akan mematikannya di dunia
lantaran riba dan akan menyiksanya nanti di hari kiamat.
Ayat-ayat ini mengandung
ancaman yang keras terhadap mereka yang tetap memakan riba. Ayat 281 itu
sendiri dikatakan sebagai ayat paling akhir turun dari keseluruhan Al-Qur’an
yaitu sembilan hari atau tujuh hari sebelum Rasulullah Saw. wafat. Ini saja
sudah cukup mengindikasikan pentingnya pengetahuan yang jelas tentang masalah
riba.
2 As-Sunnah
Rasulullah Saw.
bersabda,Dari Abu Hurairah ra. Nabi Saw. bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang
menghancurkan.” Para sahabat
bertanya, “Apa saja wahai Rasul?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan
riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin
yang menjaga diri.” (HR. Bukhari Muslim)
Tindakan riba tidak
terbatas hanya orang yang memakannya, menambah atau orang yang mewakilkannya.
Tetapi, riba juga mencakup setiap orang yang menulis dan orang yang menjadi
saksi. Mereka semua sama dengan orang yang makan atau yang mewakili riba.
Dari Abdullah Ibnu
Mas’ud ra. Nabi Saw. bersabda, “Riba memiliki 73 pintu. Yang paling ringan
adalah seperti seorang lelaki menikahi ibunya sendiri. dan riba yang paling
berat ialah merusak kehormatan seorang muslim.”
Jabir ra. berkata, “Rasulullah
Saw melaknat pemakan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau
bersabda, "Mereka itu sama." (HR. Bukhari Muslim)
Oleh sebab itu, para
ulama mengharamkan bekerja di beberapa bank yang memberlakukan sistem riba.
Karena dia berarti membantu perbuatan batil yang diharamkan.
Padahal Allah Swt telah
mengharamkannya.“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (Al-Maidah [5]: 2)
Macam-macam Riba
Secara umum riba
dibagi menjadi dua macam:Pertama, riba nasîah (dalam konteks utang-piutang).
Yang dimaksud dengan riba nasîah adalah tambahan yang disyaratkan yang diambil
oleh orang yang memberikan piutang dari orang yang berutang, sebagai bayaran
dari penangguhan tempo pembayaran. Praktik riba yang seperti ini diharamkan oleh
al-Qur`an, hadits, dan ijma’. Riba ini dikenal dengan riba ‘Abbas bin ‘Abdul
Muthallib yang diharamkan oleh Rasulullah Saw. pada saat haji wada’. Manajemen bank-bank konvensional di era sekarang ini sama
persis dengan praktik riba ini.
Al-Hasshash berkata,
“Riba yang dikenal dan dipraktikkan oleh orang-orang Arab adalah meminjamkan
dirham dan dinar demi untuk mendapatkan tambahan dari kadar pinjaman yang
berlandaskan pada asas rasa saling ikhlas (rela).”
Dalam perbankan
konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan
pembayaran bunga deposito, tabungan, giro dan lain-lain. Bank sebagai kreditur
yang memberikan pinjaman mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan
ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined). Padahal
nasabah yang mendapatkan pinjaman itu tidak mendapatkan keuntungan yang fixed
and predetermined juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas
atau untung, yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal. Jadi mengenakan tingkat
bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang
tidak pasti, karena itu diharamkan.
Kedua, riba al-fadhl
(dalam konteks jual-beli).Yang dimaksud dengan riba al-fadhl adalah menjual
(baca: menukar) uang dengan uang, atau makanan dengan makanan dengan ada
penambahan. Praktik riba yang seperti ini diharamkan oleh hadits dan ijma’;
karena riba al-fadhl merupakan mediator yang mengantarkan pada riba nasîah;
Riba al-fadhl dipraktikkan dengan cara menjual sebuah barang dengan barang yang
sejenis tapi dengan ada penambahan, seperti menjual menukar satu dirham dengan
dua dirham secara kontan, atau menukar satu sha’ gandum dengan dua sha’ gandum,
ataupun dengan yang lainnya.
Diriwayatkan dari Abu
Sa’id al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Emas (ditukar) dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam
dengan garam, sama-sama satu jenis dengan serah terima. Barangsiapa yang
menambahkan atau meminta tambahan, itu berarti riba. Orang yang mengambil dan
memberi hukumnya sama-sama riba.”
Efek Negatif Riba:
Dalam praketeknya,
ada beberapa dampat negatif yang ditimbulkan riba, yaitu:
1. Riba dapat menumbuhkan rasa permusuhan di antara
individu dan melemahkan nilai sosial dan kekeluargaan. Selain itu, riba dapat menimbulkan eksploitasi dan tindak
kezaliman pada pihak tertentu.
2. Menumbuhkan sikap pemalas bagi orang yang mempunyai
modal, di mana dia mampu mendapatkan uang banyak tanpa adanya sebuah usaha yang
nyata.
3. Mendorong manusia untuk menimbun harta sambil menunggu
adanya kenaikan interest rate.
4. Menimbulkan sifat elitisme dan jauh dari kehidupan
masyarakat.
5. Membuat manusia lupa akan kewajiban hartanyam seperti
infak, sedekah dan zakat.
6. Mendorong manusia untuk melakukan tindak kezaliman dan
eksploitasi terhadap orang lain, baik pinjaman yang bersifat produktif maupun
konsumtif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar