Jumat, 08 Juni 2012

Ahmadiyah: Kristen Bukan, Islam pun Tidak!!

POLEMIK
yang paling tajam dan mendasar antara Islam, Kristen dan Ahmadiyah
adalah perbedaan teologi mengenai doktrin penyaliban Yesus di tiang
salib.
Secara tegas, Islam mengajarkan bahwa Nabi Isa tidak mati dibunuh maupun disalib dalam Al-Qur’an surat An-Nisa 157: “wamaa qataluuhu wama shalabuuhu walakin syubbiha lahum”
(mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang
mereka bunuh ialah orang lain yang diserupakan dengan Isa bagi mereka).
Para ulama dan mufassir sejak masa
permulaan Islam sampai saat ini sepakat (ijma’) bahwa satu-satunya
maksud ayat ini adalah membantah dugaan pembunuhan dan penyaliban Nabi
Isa AS. Orang-orang Yahudi dan Romawi gagal menangkap Nabi Isa, apalagi
membunuh dan menyalibnya, karena beliau diselamatkan Allah SWT.
Penafsiran ini diperkuat dengan ujung surat An-Nisa’ 157:
“Sesungguhnya orang-orang yang
berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam
keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan
belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah
Isa.”
Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan
fakta yang sebenarnya bahwa Nabi Isa tidak dibunuh maupun disalib.
Al-Qur'an menepis peristiwa pembunuhan dan penyaliban Nabi Isa, tapi
Al-Qur'an mengonfirmasi terjadinya pembunuhan dan penyaliban pada diri
orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa.

....Berbeda dengan Islam dan Kristen,
doktrin Ahmadiyah mengoplos akidah Islam dan Kristen. Mereka meyakini
bahwa Nabi Isa benar-benar disalib, tapi tidak sampai mati melainkan
hanya pingsan saja....

Dengan pemahaman demikian, maka Prof Dr H Mahmud Yunus dalam Tafsir Al-Qur’anul Karim menerjemahkan
ayat tersebut, “Sebenarnya Isa itu bukan mereka bunuh atau mereka
salibkan, tetapi yang mereka salib itu, adalah orang yang serupa dengan
Isa, yang telah dibuat samar” (hlm. 94).
Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
menyatakan, “Syubbiha artinya disamarkan. Yaitu diadakan orang lain,
lalu ditimbulkan sangka dalam hati orang yang hendak membunuh itu bahwa
orang lain itulah Isa” (Juz 6 hlm. 21).
Bagaimana mungkin Nabi Isa AS terbunuh
atau tersalib, padahal Allah SWT melindungi para rasul Ulul Azmi
semuanya? Allah telah menyelamatkan Nabi Nuh dari tenggelam, Nabi
Ibrahim dari Api, Nabi Musa dari Fir’aun, Nabi Isa dari Yahudi dan Nabi
Muhammad dari makar kaum musyrikin.
Berbeda dengan Islam yang menolak
mentah-mentah mitos penyaliban Yesus, umat Kristen justru menekankan
doktrin penyaliban Yesus untuk menebus dosa manusia. Kematian Yesus di
tiang salib harus diimani secara mutlak, sebagai satu-satunya syarat
keselamatan kristiani. Tanpa mengimani penyaliban Yesus, batallah iman
kristiani seseorang. Karena dalam 12 Pengakuan (Credo/Syahadat) Iman
Rasuli, penyaliban Yesus termasuk dalam pengakuan keempat: “Yang
menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan
dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.”
Paulus dalam Bibel membuat rumusan
bahwa dengan kematian di tiang salib, Yesus berkorban untuk
menyelamatkan dosa manusia, agar umatnya beroleh pengampunan dan hidup
yang kekal.
“Ia (Yesus, pen.) sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib…” (I Petrus 2:24).
“Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita…” (I Petrus 3:18).
“…Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8).
Meski penyaliban adalah inti dogma
kristiani, uniknya kronologis kisah penyaliban dalam Bibel sangat
simpang siur dan penuh kontradiktif.
Mengenai waktu penyaliban misalnya,
Injil Markus 15:25 menyatakan bahwa Yesus disalib pada jam 9. Sementara
Injil Yohanes 19:14 menceritakan bahwa pada jam 12 Yesus belum disalib,
karena baru persiapan paskah. Sementara Injil Matius dan Lukas tidak
menjelaskan jam berapa Yesus disalibkan. Jika sosok Yesus yang diyakini
sebagai penebus dosa itu hanya ada satu orang, mengapa Bibel melaporkan
dua kali waktu penyaliban? Jika Injil Markus dan Injil Yohanes diyakini
kebenarannya, mungkinkah Yesus disalib dua kali pada waktu yang
berlainan?
Doktrin Oplosan Al-Qur'an & Bibel Buatan Ahmadiyah
Berbeda dengan Islam dan Kristen,
konsep akidah Ahmadiyah tentang Nabi Isa mengoplos akidah Islam dan
doktrin Kristen. Mereka meyakini bahwa Nabi Isa benar-benar disalib,
tapi tidak sampai mati melainkan hanya pingsan saja.
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri dan nabi
kaum Ahmadi, menekankan bahwa Nabi Isa benar-benar ditangkap, disiksa
dan disalibkan tapi tidak sampai mati. Menurut nabi palsu ini, Nabi Isa
disalib hanya sampai pingsan saja, lalu melarikan diri ke kampung
Ahmadiyah di Kashmir dan meninggal di sana. Hal ini dijelaskan Syafi R
Batuah, Sekretaris Tabligh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia berikut:
“Salah satu ajaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad ialah yang beliau jelaskan dalam buku bahasa Urdu berjudul “Masih Hindustan Men”
(Almasih di India). Dalam buku itu, beliau menjelaskan bahwa Nabi Isa
AS tidak meninggal di atas salib tapi hanya pingsan. Setelah siuman
kembali beliau meninggalkan Palestina dan menuju daerah-daerah sebelah
timur untuk menyampaikan ajaran-ajaran beliau kepada suku-suku Israil
yang hilang. Akhirnya beliau tiba di Kashmir dan meninggal di sana
dalam umur 120 tahun. Untuk menguatkan pendirian itu, Hazrat Imam Mahdi
memberikan dalil-dalil yang diambil dari Bibel dan kitab-kitab tarikh” (Syafi R Batuah, Nabi Isa dari Palestina ke Kashmir, 1970, hlm. 5).
Nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad
merumuskan doktrin bahwa Nabi Isa disalib hingga pingsan tapi tidak
sampai mati. Dalam keadaan pingsan, jasad Nabi Isa diselamatkan oleh
para muridnya kemudian hidup wajar lalu hijrah, meninggal dan
dikuburkan di Srinagar, Kashmir.

....Nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad
merumuskan doktrin bahwa Nabi Isa disalib hingga pingsan, kemudian
hidup wajar lalu hijrah, meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Kashmir.

Untuk menyesuaikan ajaran Al-Qur'an
dengan akidah warisan Mirza Ghulam Ahmad tersebut, para ulama Ahmadiyah
merekayasa tafsir Al-Qur'an yang menyelelisihi penafsiran para ulama
dan mufassir yang mu’tabar. Misalnya, Maulana Muhammad Ali dalam kitab
tafsirnya yang menjadi rujukan Jemaat Ahmadiyah, mengomentari An-Nisa’
157 sebagai berikut:
“Kalimat ‘ma-shalabuhu’ ini
tak sekali-sekali mendustakan disalibnya Nabi Isa pada kayu palang;
kalimat ini hanya mendustakan wafatnya Nabi Isa pada kayu palang
sebagai akibat penyaliban…” (The Holy Qur’an Arabic Text, English Translation and Commentary, edisi Indonesia: Qur’an Suci Teks Arab, Terjemah dan Tafsir Bahasa Indonesia, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta, cet. X, 2002, hlm. 259).
Penafsiran model baru ini belum pernah
dilakukan oleh para ulama dan mufassir baik di kalangan salafus shalih
maupun ulama kontemporer.
Penyimpangan terhadap terjemahan Al-Qur'an yang lebih mencolok dilakukan oleh Syafi R Batuah dalam buku Nabi Isa dari Palestina ke Kashmir. Dengan lancangnya, ia menerjemahkan ayat “wamaa qataluuhu wama shalabuuhu walakin syubbiha lahum” dalam surat An-Nisa’ 157 sbb:
“…Tidaklah mereka membunuhnya (sampai mati) dan tidak pula mereka menyalibnya (sampai mati), melainkan disamarkan (keadaannya itu) kepada mereka…” (hlm 8).
Penafsiran versi kaum Ahmadi ini terdapat tahrif
(insersi/penyisipan). Nas ayatnya jelas berbunyi “wamaa qataluuhu”
(tidak membunuhnya) dan “wama shalabuhu” (tidak menyalibnya) tanpa ada
embel-embel kata apapun. Penambahan kata “sampai mati” ini di ambil
darimana kalau bukan tahrif untuk mencocokkan penafsiran
Al-Qur'an dengan doktrin nabi palsu mereka? Bukankah dalam nas
Al-Qur'an tidak ada embel-embel “hatta yamuta” (sampai mati)?
Penerjemahan batil yang dilakukan oleh
kaum Ahmadi ini menyelisihi para penerjemah dan penafsir yang mu’tabar
di Indonesia, antara lain: Prof Dr Buya Hamka (Tafsir Al-Azhar), Tim Departemen Agama RI (Al-Qur'an dan Terjemanya), Prof TM Hasbi Ash-Shiddieqy (Tafsir Al-Bayan), A Hassan (Tafsir Al-Furqan), Prof Dr H Mahmud Yunus (Tafsir Qur’an Karim), Bachtiar Surin (Tafir Adz-Dzikra), H Oemar Bakri (Tafsir Rahmat), Tim Disbintalad: Drs HA Nazri Adlany, Drs H Hanafie Tamam dan Drs HA Faruq Nasution (Al-Qur'an Terjemah Indonesia), dan lain-lain.
Kehadiran Ahmadiyah dengan doktrin semi
Islam-Kristen, tidaklah menjadi penengah atas polemik Islam dan
Kristen, justru melahirkan akidah aneh hasil oplosan Al-Qur'an dan
Bibel yang diaduk dengan kitab-kitab sejarah. Tentunya, dengan
melahirkan polemik teologis baru pula.

....Ahmadiyah dengan doktrin semi
Islam-Kristen, justru melahirkan akidah aneh hasil oplosan Al-Qur'an
dan Bibel yang diaduk dengan kitab-kitab sejarah.Penafsiran Al-Qur'an
versi kaum Ahmadi memperkeruh kontroversi teologis ....

Penafsiran Al-Qur'an versi kaum Ahmadi
ini memperkeruh kontroversi teologis, baik dengan Islam maupun Kristen.
Selain itu, penerjemahan An-Nisa’ 157 versi Ahmadi ini tergolong gharib (aneh).
Dengan keyakinan baru bahwa Nabi Isa
menderita penyaliban tapi tidak sampai mati melainkan hanya pingsan
saja, sepintas Ahmadiyah sesuai dengan doktrin Kristen. Di sisi lain,
keyakinan bahwa Nabi Isa tidak mati di tiang salib, sekilas mirip
akidah Islam. Ahmadiyah dengan Islam dan Kristen, nyaris serupa tapi
tak sama: Lebih tepatnya dengan dalil dalil-dalil Al-Qur'an yang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar