Allah befirman,
"Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalan dada." (Yunus: 57).
"Dan Kami turunkan dan
Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman," (Al-Israa': 82).
Telah dijelaskan di muka bahwa
penyakit-penyakit hati itu dapat disimpulkan berupa syubhat dan syahwat.
Al-Qur'an adalah obat dari kedua
macam penyakit itu. Di dalamnya terdapat keterangan dan dalil yang menjelaskan
tentang kebenaran dan kebatilan. Karena itu menjadi hilanglah penyakit-penyakit
syubhat yang merusak ilmu, pandangan dan pengetahuan, kemudian menjadi
tampak-lah segala sesuatu sesuai dengan hakikatnya.
Tidak ada suatu kitab pun di
bawah kolong langit ini yang mengan-dung dalil-dalil dan ayat-ayat terhadap
berbagai persoalan yang tinggi seperti tauhid, penetapan sifat-sifat Allah,
penetapan Hari Kiamat dan kenabian serta penolakan berbagai kepercayaan batil dan
pendapat-pen-dapat yang rusak selain Al-Qur'an.
la mengandung semuanya itu secara
sempurna dan sangat baik dari segala sisi, paling dekat kepada pema-haman akal
dan paling fasih dalam penjelasannya. Karena itu, tepatlah dikatakan bahwa
Al-Qur'an adalah obat yang sesungguhnya dari berba-gai penyakit syubhat dan
keraguan.
Tetapi itu semua tergantung
pada pemahaman seseorang terhadap Al-Qur'an serta pengetahuannya terhadap
maksud daripadanya. Karena itu, siapa yang dianugerahi Allah dengannya,
niscaya dia bisa melihat kebenaran dan kebatilan secara nyata dengan hatinya,
seperti ia melihat terhadap siang dan malam. Dan ia akan mengetahui bahwa
kitab-kitab selain daripadanya yang merupakan hasil karya manusia, pandangan
serta pemikiran mereka hanyalah mengandung antara ilmu-ilmu yang tidak
terpercaya sepenuhnya -ia tidak lebih dari sekedar pandangan dan taklid-, antara
dugaan-dugaan dusta yang tidak bermanfaat sama sekali bagi kebenaran,
atau mengandung antara suatu kebenaran tetapi tidak bermanfaat bagi hati,
antara ilmu-ilmu yang lurus tetapi sangat sulit didapatkan dan terlalu panjang
untuk diperbincangkan dan ditetap-kan, dengan manfaatnya yang sedikit. Maka ia
seumpama,
"Daging unta yang kurus,
yang berada di atas puncak gunung yang terjal dan sulit, tidak mudah sehingga
bisa dipanjat, tidak pula gemuk sehingga perlu dipindahkan."1
Dan sebaik-baik apa yang dimiliki
oleh para ahli filsafat dan lainnya maka sesungguhnya di dalam Al-Qur'an ada
yang lebih fasih dan lebih baik penjelasannya. Apa yang mereka miliki hanyalah
keruwetan, kepura-puraan dan sesuatu yang bertele-tele. Seperti diungkapkan da-lam bait
syair,
"Andai bukan karena
persaingan di dunia,
niscaya tidak dikarang buku-buku
perdebatan, tidak Al-Mughni
tidak pula Al-'Umud.2
Mereka mengaku menguraikan
keruwetan,
padahal apa yang mereka karang
itu menambah keruwetan."
Mereka mengaku menolak berbagai
macam syubhat dan keraguan dengan apa yang mereka karang itu, padahal orang
yang mulia dan cerdik cendekia mengetahui bahwa dengan karangan-karangan
mereka itu ber-bagai syubhat dan keraguan semakin bertambah. Dan adalah
mustahil jika tidak didapatkan kesembuhan dan petunjuk, ilmu dan keyakinan dari
Kitabullah dan sabda Rasul-Nya, sementara hal yang sama didapat-kan dari
perkataan orang-orang yang bingung, bimbang dan ragu. Bahkan dikabarkan oleh
orang yang telah sampai pada puncak petualangan pikiran, di mana ia berkata,3
"Akkir dari kemajuan akal
adalah Hqal (belenggu).
Dan kebanyakan usaha para makhluk
adalah kesesatan.
Ruh-ruh kita ketakutan dari
jasad-jasad kita.
Dan hasil dari (upaya) duniawi
kita adalah kehinaan dan bencana.
Kita tidak memanfaatkan dari
penelitian kita sepanjang umur kita,
selain kita mengumpulkan di
dalamnya kata si Fulan dan kata mereka."
"Tuhan Yang Maha Pemurah,
yang bersemayam di atas 'Arasy." (Thalia: 5).
Saya telah mendalami alur
pemikiran para ahli kalam dan metode para ahli filsafat. Tetapi saya tidak
melihatnya mampu mengobati penyakit, tidak pula menghilangkan dahaga. Dan untuk
hal yang sama, saya melihat bahwa jalan yang paling dekat adalah jalan
Al-Qur'an. Saya membaca tentang penetapan dalam firman-Nya,
"Kepada-Nyalah naik
perkataan-perkataan yang baik dan amalyang shalih dinaikkan-Nya." (Faathir: 10).
Dan saya membaca tentang penafian
dalam firman-Nya,
Tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan Dia. (Asy-Syura: 11).
"Sedang ilmu mereka tidak
dapat meliputi ilmu-Nya." (Thalia: 110).
Dan siapa yang mencoba seperti
pengalaman yang kualami, niscaya dia akan mengetahui sebagaimana apa yang kuketahui."
Inilah bait syairnya dan
kata-kata terakhir yang ia tuliskan dalam bukunya, padahal Fakhrurrazi adalah
orang yang secara umum paling terdepan dalam penguasaan ilmu kalam dan filsafat
di zamannya.
Kata-kata yang senada juga
dilontarkan oleh banyak ahli filsafat lain-nya. Di antaranya, seperti dikatakan
oleh sebagian orang yang mengerti tentang ucapan-ucapan para ahli filsafat dan
kalam, "Akhir dari perkara orang-orang ahli kalam adalah keraguan dan
akhir dari perkara orang-orang ahli tasawuf adalah ketidakjelasan."
Sedangkan Al-Qur'an
menghantarkanmu pada keyakinan jiwa dalam berbagai pencarian tersebut, dan
itulah pencarian tertinggi dari segenap hamba. Karena itu, ia diturunkan oleh
Dzat yang berbicara dengannya, lalu ia dijadikannya sebagai obat apa yang ada
di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Adapun pengobatannya terhadap
penyakit syahwat, maka ia adalah hikmah dan pelajaran yang baik di dalam
Al-Qur'an yang berupa tarhib dan targhib (pemberi kabar gembira
dan ancaman), zuhud (berpaling dari kenikmatan dan
glamour) dunia dan kecintaan terhadap akhirat, perumpamaan dan kisah-kisah yang
di dalamnya mengandung berbagai macam pelajaran. Sehingga hati yang bersih
menjadi senang jika meli-hat apa yang bermanfaat bagi dirinya, baik di
dunia maupun di akhirat dan benci terhadap apa yang membahayakannya. Dari sini,
hati kemudi-an cinta kepada petunjuk dan benci kepada kesesatan. Maka,
Al-Qur'an adalah yahg menghilangkan berbagai penyakit yang mengantarkan pada
keinginan yang rusak, sehingga ia memperbaiki hati tersebut, lalu men-jadi
baiklah keinginannya dan ia kembali kepada fitrahnya sebagaimana sediakala, dan
berbagai usaha dan kerjanya pun menjadi baik. Seperti kembalinya badan pada
kesehatan dan kenormalannya, maka ia akhirnya tidak menerima kecuali kebenaran,
sebagaimana seorang bayi yang ti-dak menerima kecuali air susu.
Maka hati senantiasa memakan
santapan iman dan Al-Qur'an yang membersihkan dan menguatkannya, meneguhkan
dan menggembira-kannya, menyenangkan dan menggiatkannya, serta mengokohkan
ke-kuasaannya, sebagaimana tubuh yang senantiasa menyantap makanan yang
membuatnya tumbuh berkembang dan kuat.
Masing-masing baik hati maupun
badan membutuhkan pertumbuh-an, sehingga terus berkembang dan bertambah,
sehingga ia menjadi sempurna dan baik. Maka sebagaimana badan membutuhkan untuk
tum-buh dengan makanan yang memperbaiki dan menjaganya dari bahaya, yang ia
tidak akan tumbuh kecuali dengan pemberian makanan yang bermanfaat dan
pencegahan terhadap apa yang membahayakannya.
Demikian pula halnya dengan hati,
ia tidak akan tumbuh berkembang, juga tidak akan sempurna kebaikannya kecuali
dengan yang demikian. Dan tidak ada jalan lain untuk sampai ke sana kecuali
dari Al-Qur"an. Jika sampai pada sebagiannya dengan selain Al-Qur'an, maka
ia hanyalah sebagian kecilnya saja, ia tidak akan sampai pada maksudnya yang
sem-purna. Demikian pula dengan tanaman, ia tidak akan sempurna kecuali dengan
dua hal ini (tumbuh dan berkembang), sehingga dikatakan ta-naman itu tumbuh dan
sempurna. Dan ketika hidup dan kenikmatannya tidak sempurna kecuali dengan
zakat dan kebersihannya maka dalam bab berikut kami akan jelaskan hal tersebut,
insya Allah.
FootNote
1) Potongan dari hadits Ummu Zar'
yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5189) dan
Muslim (2448).
2) Al-Mughni dan Al-'Umud adalah
di antara buku-buku Mu'tazilah.
3) Dia adalah Fakhrurrazi. Ucapan
ini dimuat dalam Aqsamul Ladzdzat, seperti diberitakan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam beberapa kitabnya. Seperti Dar'u Ta'arudhilAqli wan Naqli
(1/160), Majmu'Fatawa iMl\) dan lainnya.
Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau
tertipu dengan pujian orang lain yangmenghampirimu. Sesungguhnya mereka yang
memuji tidaklah mengetahui dirimusendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka.
Sedangkan engkau sendiri yangmengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan,
“Barangsiapa yang begitugirang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk
dalam hatinya.”
Lihatlah apa yang dilakukan oleh Abu
Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipujioleh orang lain.
Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,
Allahumma anta a’lamu minni
binafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom
mimmaayazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa
yaquuluun.
[YaAllah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku
daripada diriku sendiri dan akulebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka
yang memujiku. Ya Allah,jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka
sangkakan, ampunilah aku terhadapapa yang mereka tidak ketahui dariku, dan
janganlah menyiksaku dengan perkataanmereka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar