Minggu, 10 Juni 2012

AL-QUR'AN MENGANDUNG OBAT


Allah befirman,
 "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalan dada." (Yunus: 57).
 "Dan Kami turunkan dan Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman," (Al-Israa': 82).
Telah dijelaskan di muka bahwa penyakit-penyakit hati itu dapat disimpulkan berupa syubhat dan syahwat.
 Al-Qur'an adalah obat dari kedua macam penyakit itu. Di dalamnya terdapat keterangan dan dalil yang menjelaskan tentang kebenaran dan kebatilan. Karena itu menjadi hilanglah penyakit-penyakit syubhat yang merusak ilmu, pandangan dan pengetahuan, kemudian menjadi tampak-lah segala sesuatu sesuai dengan hakikatnya.

Tidak ada suatu kitab pun di bawah kolong langit ini yang mengan-dung dalil-dalil dan ayat-ayat terhadap berbagai persoalan yang tinggi seperti tauhid, penetapan sifat-sifat Allah, penetapan Hari Kiamat dan kenabian serta penolakan berbagai kepercayaan batil dan pendapat-pen-dapat yang rusak selain Al-Qur'an.

la mengandung semuanya itu secara sempurna dan sangat baik dari segala sisi, paling dekat kepada pema-haman akal dan paling fasih dalam penjelasannya. Karena itu, tepatlah dikatakan bahwa Al-Qur'an adalah obat yang sesungguhnya dari berba-gai penyakit syubhat dan keraguan.

Tetapi itu semua tergantung pada pemahaman seseorang terhadap Al-Qur'an serta pengetahuannya terhadap maksud daripadanya. Karena itu, siapa yang dianugerahi Allah dengannya, niscaya dia bisa melihat kebenaran dan kebatilan secara nyata dengan hatinya, seperti ia melihat terhadap siang dan malam. Dan ia akan mengetahui bahwa kitab-kitab selain daripadanya yang merupakan hasil karya manusia, pandangan serta pemikiran mereka hanyalah mengandung antara ilmu-ilmu yang tidak terpercaya sepenuhnya -ia tidak lebih dari sekedar pandangan dan taklid-, antara dugaan-dugaan dusta yang tidak bermanfaat sama sekali bagi kebenaran, atau mengandung antara suatu kebenaran tetapi tidak bermanfaat bagi hati, antara ilmu-ilmu yang lurus tetapi sangat sulit didapatkan dan terlalu panjang untuk diperbincangkan dan ditetap-kan, dengan manfaatnya yang sedikit. Maka ia seumpama,

"Daging unta yang kurus, yang berada di atas puncak gunung yang terjal dan sulit, tidak mudah sehingga bisa dipanjat, tidak pula gemuk sehingga perlu dipindahkan."1

Dan sebaik-baik apa yang dimiliki oleh para ahli filsafat dan lainnya maka sesungguhnya di dalam Al-Qur'an ada yang lebih fasih dan lebih baik penjelasannya. Apa yang mereka miliki hanyalah keruwetan, kepura-puraan dan sesuatu yang bertele-tele. Seperti diungkapkan da-lam bait syair,

"Andai bukan karena persaingan di dunia,
niscaya tidak dikarang buku-buku perdebatan, tidak Al-Mughni
tidak pula Al-'Umud.2
Mereka mengaku menguraikan keruwetan,
padahal apa yang mereka karang itu menambah keruwetan."
Mereka mengaku menolak berbagai macam syubhat dan keraguan dengan apa yang mereka karang itu, padahal orang yang mulia dan cerdik cendekia mengetahui bahwa dengan karangan-karangan mereka itu ber-bagai syubhat dan keraguan semakin bertambah. Dan adalah mustahil jika tidak didapatkan kesembuhan dan petunjuk, ilmu dan keyakinan dari Kitabullah dan sabda Rasul-Nya, sementara hal yang sama didapat-kan dari perkataan orang-orang yang bingung, bimbang dan ragu. Bahkan dikabarkan oleh orang yang telah sampai pada puncak petualangan pikiran, di mana ia berkata,3

"Akkir dari kemajuan akal adalah Hqal (belenggu).
Dan kebanyakan usaha para makhluk adalah kesesatan.
Ruh-ruh kita ketakutan dari jasad-jasad kita.
Dan hasil dari (upaya) duniawi kita adalah kehinaan dan bencana.
Kita tidak memanfaatkan dari penelitian kita sepanjang umur kita,
selain kita mengumpulkan di dalamnya kata si Fulan dan kata mereka."
"Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas 'Arasy." (Thalia: 5).

Saya telah mendalami alur pemikiran para ahli kalam dan metode para ahli filsafat. Tetapi saya tidak melihatnya mampu mengobati penyakit, tidak pula menghilangkan dahaga. Dan untuk hal yang sama, saya melihat bahwa jalan yang paling dekat adalah jalan Al-Qur'an. Saya membaca tentang penetapan dalam firman-Nya,

"Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amalyang shalih dinaikkan-Nya." (Faathir: 10).

Dan saya membaca tentang penafian dalam firman-Nya,

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. (Asy-Syura: 11).
"Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya." (Thalia: 110).

Dan siapa yang mencoba seperti pengalaman yang kualami, niscaya dia akan mengetahui sebagaimana apa yang kuketahui."

Inilah bait syairnya dan kata-kata terakhir yang ia tuliskan dalam bukunya, padahal Fakhrurrazi adalah orang yang secara umum paling terdepan dalam penguasaan ilmu kalam dan filsafat di zamannya.

Kata-kata yang senada juga dilontarkan oleh banyak ahli filsafat lain-nya. Di antaranya, seperti dikatakan oleh sebagian orang yang mengerti tentang ucapan-ucapan para ahli filsafat dan kalam, "Akhir dari perkara orang-orang ahli kalam adalah keraguan dan akhir dari perkara orang-orang ahli tasawuf adalah ketidakjelasan."

Sedangkan Al-Qur'an menghantarkanmu pada keyakinan jiwa dalam berbagai pencarian tersebut, dan itulah pencarian tertinggi dari segenap hamba. Karena itu, ia diturunkan oleh Dzat yang berbicara dengannya, lalu ia dijadikannya sebagai obat apa yang ada di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Adapun pengobatannya terhadap penyakit syahwat, maka ia adalah hikmah dan pelajaran yang baik di dalam Al-Qur'an yang berupa tarhib dan targhib (pemberi kabar gembira dan ancaman), zuhud (berpaling dari kenikmatan dan glamour) dunia dan kecintaan terhadap akhirat, perumpamaan dan kisah-kisah yang di dalamnya mengandung berbagai macam pelajaran. Sehingga hati yang bersih menjadi senang jika meli-hat apa yang bermanfaat bagi dirinya, baik di dunia maupun di akhirat dan benci terhadap apa yang membahayakannya. Dari sini, hati kemudi-an cinta kepada petunjuk dan benci kepada kesesatan. Maka, Al-Qur'an adalah yahg menghilangkan berbagai penyakit yang mengantarkan pada keinginan yang rusak, sehingga ia memperbaiki hati tersebut, lalu men-jadi baiklah keinginannya dan ia kembali kepada fitrahnya sebagaimana sediakala, dan berbagai usaha dan kerjanya pun menjadi baik. Seperti kembalinya badan pada kesehatan dan kenormalannya, maka ia akhirnya tidak menerima kecuali kebenaran, sebagaimana seorang bayi yang ti-dak menerima kecuali air susu.

Maka hati senantiasa memakan santapan iman dan Al-Qur'an yang membersihkan dan menguatkannya, meneguhkan dan menggembira-kannya, menyenangkan dan menggiatkannya, serta mengokohkan ke-kuasaannya, sebagaimana tubuh yang senantiasa menyantap makanan yang membuatnya tumbuh berkembang dan kuat.

Masing-masing baik hati maupun badan membutuhkan pertumbuh-an, sehingga terus berkembang dan bertambah, sehingga ia menjadi sempurna dan baik. Maka sebagaimana badan membutuhkan untuk tum-buh dengan makanan yang memperbaiki dan menjaganya dari bahaya, yang ia tidak akan tumbuh kecuali dengan pemberian makanan yang bermanfaat dan pencegahan terhadap apa yang membahayakannya.

Demikian pula halnya dengan hati, ia tidak akan tumbuh berkembang, juga tidak akan sempurna kebaikannya kecuali dengan yang demikian. Dan tidak ada jalan lain untuk sampai ke sana kecuali dari Al-Qur"an. Jika sampai pada sebagiannya dengan selain Al-Qur'an, maka ia hanyalah sebagian kecilnya saja, ia tidak akan sampai pada maksudnya yang sem-purna. Demikian pula dengan tanaman, ia tidak akan sempurna kecuali dengan dua hal ini (tumbuh dan berkembang), sehingga dikatakan ta-naman itu tumbuh dan sempurna. Dan ketika hidup dan kenikmatannya tidak sempurna kecuali dengan zakat dan kebersihannya maka dalam bab berikut kami akan jelaskan hal tersebut, insya Allah.

FootNote

1) Potongan dari hadits Ummu Zar' yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5189) dan
Muslim (2448).
2) Al-Mughni dan Al-'Umud adalah di antara buku-buku Mu'tazilah.
3) Dia adalah Fakhrurrazi. Ucapan ini dimuat dalam Aqsamul Ladzdzat, seperti diberitakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam beberapa kitabnya. Seperti Dar'u Ta'arudhilAqli wan Naqli (1/160), Majmu'Fatawa iMl\) dan lainnya.


Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yangmenghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimusendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yangmengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitugirang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.”

Lihatlah apa yang dilakukan oleh Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipujioleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,

Allahumma anta a’lamu minni binafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaayazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.

[YaAllah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan akulebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah,jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadapapa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataanmereka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar