Banyak orang yang mengaku sebagai pecinta Ahli Bait
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun seperti diungkapkan dalam sebuah bait syair :
كُلٌّ يَدَّعِي وَصْلاً لِلَيْلَى وَلَيْلَى لاَ تُقِرُّ لَهُمْ بِذَاكَا
masing-masing mengaku punya hubungan cinta dengan Laila Sementara Laila tidak mengakui hubungan itu dengan mereka
Mestinya, setiap orang yang mengakui sesuatu harus
membuktikan kebenaran pengakuannya, sehingga bukan sekedar bualan kosong belaka
:
وَالدَّعَاوِي إِنْ لَمْ تَكُنْ لَهَا بَيِّنَاتٌ فَأَصْحَابُهَا أَدْعِيَاء
Begitulah halnya dengan pengakuan
cinta terhadap Ahli Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan yang
paling bersemangat menyuarakan kecintan kepada Ahlu Bait adalah firqah sesat
Rafidhah. Bahkan suara pengakuan cinta mereka terkesan dipaksa-paksakan, karena
sebenarnya mereka tidak cinta. Akan tetapi dalam rangka mengelabuhi umat Islam,
maka mereka mengumandangkan cinta gombal mereka dengan cara-cara
menggembar-gemborkannya, kalau perlu dengan membakukannya dalam bentuk
perkumpulan atau organisasi pecinta Ahli Bait.
Melalui hadits-hadits Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wasiat beliau supaya menyintai Ahlu Bait,
kaum Rafidhah memanfaatkannya untuk menjajakan agama mereka di tengah kaum
Muslimin, sekaligus untuk memecah belah barisan kaum Muslimin.
Di antara hadits-hadits itu ialah hadits yang terdapat
dalam Shahih Muslim. Berisi wasiat yang beliau sampaikan di Ghadir Khum (sebuah
mata air yang terletak di Khum, suatu tempat antara Mekkah dan Madinah - Lihat
Syarh Nawawi).
Dalam hadits itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menegaskan bahwa beliau meninggalkan dua perkara besar bagi umatnya. Yang
pertama Kitab Allah, sedangkan yang kedua adalah sabda beliau berikut ini :
وَأَهْلُ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
Dan Ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang
Ahli Baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahli Baitku, aku ingatkan
kalian kepada Allah tentang Ahli Baitku. [HR. Muslim Kitab Fadha’il
ash-Shahabah, bab Min Fadha’il Ali Radhiyallahu 'anhu].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan
tentang hadits di atas bahwa : “(yang dimaksud) bukan kekhususan bagi Ali
Radhiyallahu 'anhu (dan keturunannya-pen), tetapi meliputi semua Ahli Bait
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang yang paling jauh dari
(pelaksanaan terhadap) wasiat ini adalah kaum Rafidhah. Karena sesungguhnya
mereka (kaum Rafidhah) memusuhi al-Abbas beserta keturunannya, bahkan memusuhi
mayoritas Ahli Bait dan membantu orang-orang kafir untuk membinasakannya”
[Lihat Majmu’ Fatawa (IV/419].
Zaid bin Arqam, seorang sahabat Nabi yang membawa riwayat
hadits di atas, menerangkan bahwa Ahli Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam meliputi Keluarga Ali bin Abu Thalib, keluarga Aqil, keluarga Ja’far,
dan keluarga Abbas. Isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk Ahli Bait beliau.
Hanya saja isteri-isteri beliau tidak termasuk yang diharamkan menerima
shadaqah (zakat), sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi.
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan
menjelaskan bahwa isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm termasuk
Ahli Bait beliau, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari
kamu, hai ahlul bait. [Al-Ahzab : 33]
Imam Ibnu Katsir, berkaitan dengan surat al-Ahzab ayat 33
di atas, mengatakan: “Ini merupakan nash (ketetapan berdasarkan nash) bahwa
isteri-isteri Nabi n termasuk Ahli Bait beliau, sebab mereka merupakan pangkal
bagi sebab turunnya ayat tersebut” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa kaum Rafidhah
sebenarnya membenci kebanyakan Ahli Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Tidak ada bukti bahwa mereka menyintai Ahli Bait kecuali yang sesuai
dengan hawa nafsu mereka. Itupun dilakukan secara berlebih-lebihan. Para Ahli
Bait yang diperlakukan demikian sendiri tidak mengakui kecintaan mereka.
SIAPAKAH KAUM RAFIDHAH?
Secara garis besar Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah t
menerangkan tentang siapa Rafidhah itu. Rafidhah ialah kaum yang membenci dan
melaknat Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma (dua orang Khulafa’ur Rasyidin
yang pertama dan kedua-pen). Oleh sebab itu, ketika ditanyakan kepada Imam
Ahmad bin Hanbal tentang siapakah orang Rafidhah?. Beliau menjawab: Yaitu yang
mencaci maki Abu Bakar dan Umar. Karena caci-makian inilah mereka disebut
Rafidhah. Sesungguhnya mereka telah menolak (rafadha) Zaid bin Ali (salah
seorang keluarga Ali bin Abi Thalib-pen) ketika beliau menyatakan pujian dan
kecintaannya kepada dua orang khalifah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan kaum
Rafidhah membenci keduanya. Maka barangsiapa yang membenci Abu Bakar dan Umar
berarti ia seorang Rafidhah.
Ada lagi yang mengatakan bahwa kaum Rafidhah disebut
rafidhah karena mereka menolak (rafadha) Abu Bakar dan Umar.
Asal usul Rafidhah berasal dari kaum munafiqin dan
orang-orang zindik (orang yang secara lahir seperti cinta kepada Islam, namun
batinnya penuh kebencian terhadap Islam). Kelompok ini merupakan hasil rekayasa
Ibnu Saba’ sang zindik. Mula-mula ia menampakkan sikap berlebih-lebihan (cinta
secara over acting) terhadap Ali. Caranya, dengan menganggap Ali berhak menjadi
Imam berdasarkan nash. Kemudian menganggap bahwa Ali adalah ma’shum (terjaga
dari kesalahan-pen).
Oleh sebab itu, ketika asas Rafidhah adalah kemunafikan,
maka sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa : “Menyintai Abu Bakar dan Umar
merupakan keimanan, sedangkan membenci keduanya merupakan kemunafikan. Menyintai
Bani Hasyim (di antaranya al-Abbas-pen) adalah keimanan, sedangkan membencinya
berarti kemunafikan”
BAGAIMANA SIKAP AHLUS SUNNAH?
Ternyata yang benar-benar menyintai dan memberikan
pembelaan serta loyalitas kepada Ahlu Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam hanyalah Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagai salah
seorang tokoh terkenal Ahlus Sunnah, mengatakan bahwa : “Ahlus Sunah menyintai
dan memberikan pembelaan kepada Ahlu Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam serta memelihara wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
keharusan menyintai Ahlul Bait yang disampaikan di Ghadir Khum”, kemudian
beliau memaparkan dalil-dalilnya.
Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya meriwayatkan hadits dari
Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu ketika di tanya oleh Hushain bin Sabrah
(seorang Tabi’i). Zaid bin Arqam mengatakan :
قَامَ رَسُوْلُ اللهِ يَوْمًا فِيْنَا خَطِيْبًا، بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا، بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِيْنَة فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ :"أَمَّا بَعْدُ :
أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ ! فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوْشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُوْلُ رَبِّي فَأُجِيْبَ، وَأَناَ تَاِركٌ فِيْكُمْ ثَقَلَيْنِ : أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّوْرُ فَخُذُوْا بِكِتَابِ اللهِ وَاسْتَمْسِكُوْا بِهِ". فَحَثَّ عَلَي كِتَابِ اللهِ وَرَغَّبَ فِيْهِ، ثُمَّ قَالَ :
"وَأَهْلُ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي". فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ :
وَمَنْ أهْلُ بَيْتِهِ ؟ يَا زَيْدُ !
أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ : نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، وَلَكِنْ أَهْلُ يَبْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ. قَالَ : وَمَنْ هُمْ؟ قَالَ : هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيْلٍ وَآلُ جَعْفَر وَآلُ عَبَّاسٍ. قاَلَ : كُلُّ هَؤُلاَءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ؟ قَالَ : نَعَمْ
Suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkhotbah di hadapan kami, di samping sebuah mata air di suatu tempat yang
disebut Khum, (terletak) di antara Mekah dan Madinah. Maka beliau membaca
hamdalah dan memuji Allah. Beliau memberikan nasihat dan memberikan peringatan.
Kemudian beliau bersabda : “Amma ba’du : Ketahuilah wahai manusia! Saya
hanyalah seorang manusia, siapa tahu utusan Rabbku segera datang memanggilku
lalu akupun menyambutnya. Saya tinggalkan kepada kalian dua hal besar : Yang
pertama : Kitab Allah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ambillah
Kitab Allah itu dan pegangilah ia dengan kuat”. Maka beliau menekankan untuk
berpegang pada Kitabullah dan mendorong untuk bersemangat berpegang padanya.
Kemudian beliau berkata lagi : “Dan Ahli Baitku, saya ingatkan kalian kepada
Allah tentang Ahli Baitku, saya ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahli
Baitku, saya ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahli Baitku”. Kdemudian
Hushain (bin Sabrah) berkata kepada Zaid (bin Arqam) : “Siapakah Ahli Baitnya?,
Wahai Zaid, bukankah isteri-isteri beliau termasuk Ahli Baitnya?” Zaid menjawab
: “Isteri-isteri beliau memang termasuk Ahli Baitnya, namun Ahli baitnya (yang
dimaksudkan-pen) ialah orang yang diharamkan shadaqah (zakat) bagi mereka
sepeninggal Nabi”. Hushain bertanya : Siapakah mereka?. Zaid menjawab : Mereka
ialah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas. Hushain
bertanya : Mereka semua diharamkan menerima shadaqah?. Zaid menjawab : Ya.
[Shahih Muslim, Syarh Nawawi. Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha XV/174-175]
Dalam lafal yang lain, Zaid bin Arqam ditanya : “Siapakah
Ahli Baitnya? Apakah isteri-isteri beliau?” Zaid menjawab : Bukan. Demi Allah,
seorang wanita bisa bersama-sama dengan (menjadi isteri bagi) seorang laki-laki
hanya dalam sepotong waktu, kemudian si suami menceraikannya hingga wanita itu
kembali kepada orang tua dan keluarganya. Ahli Bait (yang dimaksud di sini-pen)
ialah asal-usulnya dan hubungan darahnya yang diharamkan bagi mereka shadaqah”
[Shahih Muslim Syarh Nawawi, Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha XV/176]
Imam Nawawi menggabungkan dua riwayat di atas, bahwa
isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk Ahli baitnya, hanya
mereka tetap tidak diharamkan menerima shadaqah. [Syarh Nawawi XV/175)]
Itulah wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam agar
umatnya memperhatikan dan menyintai serta membela Ahli bait beliau.
Dalam suatu kasus, Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha, salah
seorang isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sekaligus sebagai salah
seorang tokoh Salafus Shalih dari kalangan wanita, pernah mengecam penduduk
Irak yang terlibat pembunuhan terhadap Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma.
Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari Syahr bin
Hausyab yang mengatakan :
“Saya mendengar Ummu Salamah, salah seorang isteri Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika datang kabar kematian Husain bin Ali
Radhiyallahu 'anhuma, melaknat penduduk Irak. Ummu Salamah berkata : “Mereka
telah membunuh Husain bin Ali, semoga Allah membinasakan mereka. Mereka telah
membuat tipu muslihat terhadap Husain dan mereka telah menghinanya, semoga
Allah melaknat mereka. Sesungguhnya saya pernah melihat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam di datangi oleh Fatimah pagi-pagi. Ia membawa periuk (terbuat
dari tanah) yang berisi bubur yang ia buat untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Periuk itu ia bawa dengan dilambari talam. Kemudian ia letakkannya
di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Nabi bertanya kepadanya :
“Di mana anak pamanmu (maksudnya Ali-pen)?”. Fatimah menjawb : Ia di rumah.
Nabi bersabda : “Pergilah dan panggillah Ali, dan bawa serta kedua anaknya
(yaitu Hasan dan Husain-pen)”. Ummu Salamah berkata : Setelah itu datanglah
Fatimah kembali dengan menuntun kedua puteranya, masing-masing berada pada satu
tangan. Sedangkan Ali berjalan dibelakangnya. Sampai akhirnya mereka masuk menemui
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka beliau mendudukkan kedua anak
Ali di pangkuan beliau. Sementara Ali duduk di sebelah kanan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Fatimah duduk di sebelah kirinya. Ummu
Salamah melanjutkan ceritanya : Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menarik selimut yang berasal dari Khaibar yang ada di bawahku. Selimut itu biasa sebagai
hamparan kami di tempat tidur di Madinah. Selanjutnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyelimutkan selimut itu kepada semuanya (Nabi, Ali,
Fatimah, Hasan dan Husain-pen). Kedua ujung selimut itu dipegangi dengan tangan
kiri beliau, sedangkan tangan kanannya, beliau isyaratkan kepada Allah Azza wa
Jalla seraya berdoa :
اَللَّهُمَّ أَهْلِي أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا، اَللَّهُمَّ أَهْلِي أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا، اَللَّهُمَّ أَهْلِي أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا
Ya Allah, (Mereka adalah) Ahli Bait (keluarga)ku,
lenyapkanlah kotoran dosa dari mereka, Ya Allah, (Mereka adalah) Ahli Bait
(keluarga)ku, lenyapkanlah kotoran dosa dari mereka, Ya Allah, (Mereka adalah)
Ahli Bait (keluarga)ku, lenyapkanlah kotoran dosa dari mereka.
Aku (Ummu Salamah) berkata : Wahai Rasulullah, bukankah aku
termasuk Ahli Bait (keluarga)mu? Beliau menjawab : Tentu, masuklah ke dalam
selimut.
Kisah di atas menjelaskan bagaimana pembelaan, loyalitas
serta pemeliharaan Salafus Shalih kepada Ahlu Bait Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Syaikh Shalih al-Fauzan, salah seorang tokoh Ahlu Sunnah
zaman sekarang, menjelaskan bahwa : Ahlu Sunnah menyintai, menghormati dan
memuliakan Ahlul Bait. Sebab yang demikian itu termasuk menghormati dan
memuliakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena Allah dan Rasul-Nya telah
memerintahkan demikian.
Dengan catatan, bila Ahlul Bait tersebut mengikuti Sunnah
Nabi dan istiqamah berpijak pada ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan oleh
para pendahulu Ahlul Bait seperti al-Abbas beserta anak-anaknya, dan Ali bin
Abu Thalib beserta anak-anaknya. Adapun kepada orang yang menyimpang dari
Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak istiqamah berpijak pada
ajaran Islam, maka menyintainya tidak boleh sekalipun ia termasuk Ahlul Bait.
Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan : Kita tidak boleh
mengingkari orang-orang yang mewasiatkan agar berbuat baik dan berbuat ihsan
kepada Ahli Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Juga agar
menghormati dan memuliakan Ahlul Bait. Sebab mereka adalah termasuk anak-anak
keturunan keluarga suci, berasal dari sebuah keluarga paling mulia yang pernah
ditemukan dipermukaan bumi, khususnya bila mereka mengikuti Sunnah Nabi yang
Shahih, seperti ditauladankan oleh para pendahulunya yaitu al-Abbas beserta
anak-anaknya dan Ali beserta keluarganya Radhiyallahu 'anhum.
Yang jelas, tidak pernah ada bukti bahwa Ahlu Sunnah wal
Jama’ah pernah mengotori lidahnya dengan cacian dan makian terhadap Ahli Bait
Rasulullah n . Juga tidak pernah ada bukti bahwa mereka mengotori tindakan
mereka dengan perbuatan lancang atau perbuatan jahat terhadap Ahli Bait beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab prinsip Ahlu Sunnah adalah menyintai,
membela, menghormati dan memuliakan Ahlul Bait, selama mereka (Ahli Bait) bukan
orang-orang kafir atau ahli bid’ah, sebagaimana yang dikemukakan oleh para
Ulama Ahlu Sunnah.
Jadi, Ahlu Sunnah menyintai, menghormati dan memuliakan
Ahlul Bait karena dua hal : Pertama, karena keimanan kepada Allah dan
Rasul-Nya. Kedua,
karena hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
(juga seorang tokoh Ulama Ahlu Sunnah zaman sekarang yang telah meninggal
dunia) rahimahullah, ketika menjelaskan perkatan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
Al-Aqidah al-Wasithiyah tentang sikap Ahlu Sunnah terhadap Ahlul Bait,
mengatakan :
“Di antara prinsip Ahlu Sunnah wal
Jama’ah ialah bahwa mereka menyintai Ahli Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Ahlu Sunnah menyintai Ahlil Bait karena dua hal :
1. Karena Keimanan Ahlul Bait,
2. karena kekerabatannya dengan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tetapi Ahlu Sunnah tidak berkata
seperti perkataan firqah Rafidhah, yaitu bahwa setiap yang menyintai Abu Bakar
dan Umar berarti membenci Ali. Jadi menurut Rafidhah, tidak mungkin menyintai
Ali sebelum membenci Abu Bakar dan Umar. Seolah-olah Abu Bakar dan Umar
bermusuhan dengan Ali. Padahal riwayat telah mutawatir bahwa Ali bin Abi Thalib
memuji-muji Abu Bakar dan Umar melalui mimbar.
Maka kita tegaskan, bahwa kita
bersaksi dihadapan Allah, sesungguhnya kita menyintai Ahli Bait dan keluarga
dekat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita mencintai mereka dalam
rangka cinta kepada Allah dan kepada Rasul-Nya”
Seterusnya, dalam kitab yang sama,
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan :
“Jadi kita menyintai Ahlul bait karena
kekerabatan mereka dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan karena
keimanan mereka kepada Allah. Maka apabila mereka kafir kepada Allah, jelas kita
tidak menyintai mereka, sekalipun mereka termasuk keluarga dekat beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Misalnya adalah Abu Lahab, ia adalah paman
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi kita tidak boleh menyintainya,
betapapun keadaannya. Bahkan kita wajib membenci Abu Lahab karena kekafirannya
dan karena permusuhan serta gangguannya terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa salalm.
Begitu pula, kitapun wajib membenci
Abu Thalib, karena kekafirannya. Tetapi kita menyukai tindakan-tindakan yang
dilakukannya berupa perlindungan dan pembelaan terhadap Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam“
Dengan demikian, aqidah Ahlu Sunnah
wal jama’ah berkaitan dengan Ahli Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
salalm, ialah menyintai Ahlul Bait dan memberikan loyalitas kepada mereka serta
memelihara wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkenaan dengan
mereka. Namun tidak menempatkan Ahlul Bait melebihi kedudukan yang semestinya.
Bahkan Ahlu Sunnah berlepas diri dari firqah-firqah yang bersikap berlebihan
terhadap Ahlul Bait hingga mendudukannya sebagai seperti sesembahan, seperti
yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba’ terhadap Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu
'anhu.
KESIMPULAN
Secara umum, sikap Ahlu Sunnah adalah
tengah-tengah antara cara-cara Rafidhah dan cara-cara kaum Nawashib. Sekaligus
berlepas diri dari mereka semua. Cara-cara Rafidhah adalah ekstrim dalam
menyintai Ali dan Ahlul Bait. Rafidhah adalah salah satu firqah ahli bid’ah
yang paling sesat dan paling benci kepada para sahabat yang bukan Ahlul Bait.
Sedangkan Nawashib ialah firqah ahli bid’ah yang bertolak belakang dengan
Rafidhah. Mereka membangun permusuhan, mencela dan mencaci maki Ahlul Bait.
Ahlu Sunnah menyintai Ahlul Bait
karena keimanan serta kekerabatannya dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dan Ahlul Bait yang harus dicintai adalah termasuk seluruh isteri beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Juga seluruh sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar