وَمَا يَظُنُّهُ
بَعْضُ النَّاسِ أَنَّهُ مَنْ وُلِدَ عَلَى الْإِسْلَامِ فَلَمْ يَكْفُرْ قَطُّ أَفْضَلُ مِمَّنْ كَانَ كَافِرًا فَأَسْلَمَ لَيْسَ بِصَوَابِ ؛ بَلْ الِاعْتِبَارُ بِالْعَاقِبَةِ وَأَيُّهُمَا كَانَ أَتْقَى لِلَّهِ فِي عَاقِبَتِهِ
كَانَ أَفْضَلَ . فَإِنَّهُ مِنْ الْمَعْلُومِ أَنَّ السَّابِقِينَ الْأَوَّلِينَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ آمَنُوا بِاَللَّهِ وَرَسُولِهِ بَعْدَ كُفْرِهِمْ هُمْ أَفْضَلُ مِمَّنْ وُلِدَ عَلَى الْإِسْلَامِ مِنْ أَوْلَادِهِمْ وَغَيْرِ أَوْلَادِهِمْ
Anggapan sebagian orang yang menyangka bahwa
seorang yang terlahir dalam keadaan Islam kemudian wafat dalam keadaan muslim
lebih baik dari seorang kafir yang kemudian berislam adalah tidak tepat. Bahkan yang
menjadi tolok ukur dalam hal ini adalah akhir kesudahan dari orang tersebut.
Siapa di antara mereka yang lebih bertakwa kepada Allah di penghujung hidupnya,
maka dialah yang lebih utama daripada yang lain. Sudah mafhum, bahwa golongan
Muhajirin dan Anshar adalah mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya
setelah memeluk kekafiran, meski demikian mereka lebih utama ketimbang
anak-anak mereka atau orang lain yang terlahir dalam keadaan Islam.
بَلْ مَنْ عَرَفَ الشَّرَّ وَذَاقَهُ ثُمَّ عَرَفَ الْخَيْرَ وَذَاقَهُ فَقَدْ تَكُونُ مَعْرِفَتُهُ بِالْخَيْرِ وَمَحَبَّتُهُ لَهُ وَمَعْرِفَتُهُ بِالشَّرِّ وَبُغْضُهُ لَهُ أَكْمَلَ مِمَّنْ لَمْ يَعْرِفْ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ وَيَذُقْهُمَا كَمَا ذَاقَهُمَا ؛ بَلْ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ إلَّا الْخَيْرَ فَقَدْ يَأْتِيهِ الشَّرُّ فَلَا يَعْرِفُ أَنَّهُ شَرٌّ فَإِمَّا أَنْ يَقَعَ فِيهِ وَإِمَّا أَنْ لَا يُنْكِرَهُ
كَمَا أَنْكَرَهُ الَّذِي عَرَفَهُ
Bahkan, seorang yang mengenal keburukan dan
pernah melakukannya kemudian mengenal kebaikan dan melaksanakannya, terkadang
pengenalan dan kecintaannya terhadap kebaikan serta pengenalan dan keburukannya
terhadap keburukan, lebih sempurna daripada orang yang tidak mengetahui serta
merasakan kebaikan dan keburukan (meski terlahir dalam keadaan Islam). Bahkan,
seorang yang hanya mengenal kebaikan terkadang keburukan mendatanginya dan dia
pun tidak tahu bahwa itu adalah keburukan. Dengan demikian, bisa jadi dia
terjerumus ke dalam keburukan tersebut dan bisa jadi dia tidak mengingkarinya
sebagaimana pengingkaran yang akan dilakukan oleh orang yang telah mengenalnya.
وَلِهَذَا قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إنَّمَا تُنْقَضُ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً إذَا نَشَأَ فِي الْإِسْلَامِ
مَنْ لَمْ يَعْرِفْ الْجَاهِلِيَّةَ . وَهُوَ كَمَا قَالَ عُمَرُ ؛ فَإِنَّ كَمَالَ الْإِسْلَامِ هُوَ بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنْ الْمُنْكَرِ وَتَمَامُ ذَلِكَ بِالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ نَشَأَ فِي الْمَعْرُوفِ
لَمْ يَعْرِفْ غَيْرَهُ فَقَدْ لَا يَكُونُ عِنْدَهُ مِنْ الْعِلْمِ بِالْمُنْكَرِ وَضَرَرِهِ مَا عِنْدَ مَنْ عَلِمَهُ وَلَا يَكُونُ عِنْدَهُ مِنْ الْجِهَادِ لِأَهْلِهِ مَا عِنْدَ الْخَبِيرِ بِهِمْ ؛ وَلِهَذَا يُوجَدُ الْخَبِيرُ بِالشَّرِّ وَأَسْبَابِهِ إذَا كَانَ حَسَنَ الْقَصْدِ عِنْدَهُ مِنْ الِاحْتِرَازِ عَنْهُ وَمَنْعِ أَهْلِهِ وَالْجِهَادِ لَهُمْ مَا لَيْسَ عِنْدَ غَيْرِهِ
Oleh karena itu ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu
mengatakan, “Sesungguhnya ikatan Islam hanyalah terurai satu per satu
apabila di dalam Islam tumbuh orang yang tidak mengetahui perkara jahiliyah.”
Apa yang dikatakan ‘Umar ini benar adanya, karena kesempurnaan Islam adalah
dengan memerintahkan manusia untuk berbuat kebajikan dan melarang mereka dari
perbuatan yang mungkar (amar ma’ruf nahi mungkar), dan hal tersebut dapat terealisasi
secara sempurna dengan berjihad di jalan Allah.
Seorang yang hanya tahu kebaikan dan tidak mengenal
selainnya, terkadang tidak memiliki pengetahuan mengenai kemungkaran berikut
bahaya yang akan ditimbulkannya, tidak seperti orang yang mengenal kemungkaran
dan bahayanya. Demikian pula, orang tersebut tidak berjihad untuk keluarganya,
seperti yang dilakukan oleh orang yang mengenal mereka. Oleh karena itu, dapat
dijumpai seorang yang mengenal keburukan berserta penyebabnya, -jika dia
bertujuan baik-, akan berupaya menjaga diri dan melarang keluarganya dari
keburukan tersebut, serta berupaya keras bagi mereka (agar tidak melakukannya).
وَلِهَذَا كَانَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَعْظَمَ إيمَانًا وَجِهَادًا مِمَّنْ بَعْدَهُمْ لِكَمَالِ مَعْرِفَتِهِمْ بِالْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَكَمَالِ مَحَبَّتِهِمْ لِلْخَيْرِ وَبُغْضِهِمْ لِلشَّرِّ لِمَا عَلِمُوهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ الْإِسْلَامِ وَالْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ وَقُبْحِ حَالِ الْكُفْرِ وَالْمَعَاصِي وَلِهَذَا يُوجَدُ مَنْ ذَاقَ الْفَقْرَ وَالْمَرَضَ وَالْخَوْفَ أَحْرَصَ عَلَى الْغِنَى وَالصِّحَّةِ وَالْأَمْنِ مِمَّنْ لَمْ يَذُقْ ذَلِكَ . وَلِهَذَا يُقَالُ : وَالضِّدُّ يُظْهِرُ حُسْنَهُ الضِّدُّ . وَيُقَالُ : وَبِضِدِّهَا تَتَبَيَّنُ الْأَشْيَاءُ. وَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : لَسْتُ بِخَبِّ وَلَا يَخْدَعُنِي الْخَبُّ
Oleh karena itu, para sahabat radhiallahu ‘anhum
memiliki keimanan dan jihad yang lebih besar daripada generasi setelahnya
dikarenakan kesempurnaan pengetahuan mereka terhadap segala bentuk kebaikan dan
keburukan; serta kesempurnaan cinta mereka terhadap kebaikan dan kebencian
mereka terhadap keburukan. Mereka tahu indahnya Islam, iman, dan amal shalih;
demikian juga, mereka tahu buruknya kekufuran dan kemaksiatan.
Demikian pula, kita temui seorang yang telah merasakan
kefakiran, sakit, dan ketakutan lebih semangat untuk meraih kekayaan,
kesehatan, dan keamanan daripada mereka yang belum pernah merasakan semua itu.
Oleh karena itu ada pepatah, “Lawan suatu hal mampu menampakkan keindahan
lawannya” dan “Dengan menyebutkan lawannya, akan jelaslah segala
sesuatu.” Dahulu ‘Umar ibnul Khaththab pernah berkata, “Saya bukanlah
seorang penipu dan tidak ada seorang penipu pun yang memperdayaku.”
فَالْقَلْبُ السَّلِيمُ
الْمَحْمُودُ هُوَ الَّذِي يُرِيدُ الْخَيْرَ لَا الشَّرَّ
وَكَمَالُ ذَلِكَ بِأَنْ يَعْرِفَ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ فَأَمَّا مَنْ لَا يَعْرِفُ
الشَّرَّ فَذَاكَ نَقْصٌ فِيهِ لَا يُمْدَحُ
بِهِ . وَلَيْسَ الْمُرَادُ أَنَّ كُلَّ مَنْ ذَاقَ طَعْمَ الْكُفْرِ وَالْمَعَاصِي يَكُونُ أَعْلَمَ بِذَلِكَ وَأَكْرَهُ لَهُ مِمَّنْ لَمْ يَذُقْهُ مُطْلَقًا ؛ فَإِنَّ هَذَا لَيْسَ بِمُطَّرِدِ بَلْ قَدْ يَكُونُ الطَّبِيبُ أَعْلَمَ بِالْأَمْرَاضِ مِنْ الْمَرْضَى وَالْأَنْبِيَاءُ عَلَيْهِمْ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَطِبَّاءُ الْأَدْيَانِ فَهُمْ أَعْلَمُ النَّاسِ بِمَا يُصْلِحُ الْقُلُوبَ وَيُفْسِدُهَا وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَمْ يَذُقْ مِنْ الشَّرِّ مَا ذَاقَهُ النَّاسُ .
“Dengan demikian hati yang salim dan terpuji
adalah hati yang menginginkan kebaikan, bukan keburukan. Kesempurnaannya adalah
dengan mengenal kebaikan beserta keburukan. Adapun seorang yang tidak mengenal
keburukan, maka itulah kekurangan dalam hati yang tidak terpuji. Hal ini
bukan berarti bahwa setiap orang yang telah merasakan kekufuran dan kemaksiatan
adalah orang yang paling tahu dan paling benci mengenai kekufuran dan
kemaksiatan dibandingkan dengan orang yang belum pernah merasakannya secara
mutlak. Hal ini tidak berlaku umum. Bahkan, terkadang seorang dokter lebih
mengetahui berbagai penyakit daripada pasiennya. Para
nabi pun demikian, mereka adalah dokter-dokter ruhani. Oleh karenanya, mereka
adalah manusia yang paling mengetahui segala sesuatu yang dapat memperbaiki dan
merusak hati, meskipun tidak satu pun diantara mereka yang pernah melakukan
keburukan sebagaimana yang dilakukan oleh manusia lainnya.
وَلَكِنَّ الْمُرَادَ
أَنَّ مِنْ النَّاسِ مَنْ يَحْصُلُ لَهُ بِذَوْقِهِ الشَّرَّ مِنْ الْمَعْرِفَةِ بِهِ وَالنُّفُورِ عَنْهُ وَالْمَحَبَّةِ لِلْخَيْرِ إذَا ذَاقَهُ مَا لَا يَحْصُلُ لِبَعْضِ النَّاسِ مِثْلُ مَنْ كَانَ مُشْرِكًا أَوْ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا وَقَدْ عَرَفَ مَا فِي الْكُفْرِ مِنْ الشُّبُهَاتِ وَالْأَقْوَالِ الْفَاسِدَةِ وَالظُّلْمَةِ وَالشَّرِّ ثُمَّ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَعَرَّفَهُ مَحَاسِنَ الْإِسْلَامِ ؛ فَإِنَّهُ قَدْ يَكُونُ أَرْغَبَ فِيهِ وَأَكْرَهَ لِلْكُفْرِ مِنْ بَعْضِ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ حَقِيقَةَ الْكُفْرِ وَالْإِسْلَامِ ؛ بَلْ هُوَ مُعْرِضٌ عَنْ بَعْضِ حَقِيقَةِ هَذَا وَحَقِيقَةِ هَذَا أَوْ مُقَلِّدٌ فِي مَدْحِ هَذَا وَذَمِّ هَذَا .
“Akan tetapi, yang dimaksudkan disini adalah
dengan pengalamannya ketika merasakan keburukan, sebagian manusia dapat
mengetahui hakekat keburukan, lari darinya, dan justru mendambakan kebaikan,
yang terkadang itu semua tidak diperoleh oleh sebagian orang. Contohnya
adalah seorang yang dahulu musyrik, atau beragama Yahudi atau Nasrani. Ketika
berada dalam kekufuran, dia telah mengenal berbagai syubhat, perkataan batil,
kezhaliman, dan keburukan dalam agamanya tersebut. Kemudian
Allah melapangkan dadanya untuk menerima Islam dan memperkenalkan keindahannya.
Maka, terkadang orang seperti itu lebih mencintai Islam dan membenci kekufuran
daripada sebagian orang yang tidak mengetahui hakikat kekufuran dan Islam, yang
bahkan terkadang berpaling dari ajaran Islam atau terkadang memuji ajaran
kekafiran dan menjelek-jelekkan ajaran Islam.
وَمِثَالُ ذَلِكَ مَنْ ذَاقَ طَعْمَ الْجُوعِ ثُمَّ ذَاقَ طَعْمَ الشِّبَعِ بَعْدَهُ أَوْ ذَاقَ الْمَرَضَ ثُمَّ ذَاقَ طَعْمَ الْعَافِيَةِ بَعْدَهُ أَوْ ذَاقَ الْخَوْفَ ثُمَّ ذَاقَ الْأَمْنَ بَعْدَهُ فَإِنَّ مَحَبَّةَ هَذَا وَرَغْبَتَهُ فِي الْعَافِيَةِ
وَالْأَمْنِ وَالشِّبَعِ وَنُفُورَهُ عَنْ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ وَالْمَرَضِ أَعْظَمُ مِمَّنْ لَمْ يُبْتَلَ بِذَلِكَ وَلَمْ يَعْرِفْ حَقِيقَتَهُ .
“Contoh lainnya adalah seorang yang
merasakan kelaparan kemudian merasakan kekenyangan, atau merasakan sakit
kemudian merasakan sembuh, atau merasakan ketakutan kemudian merasakan
keamanan. Maka, kecintaan orang ini kepada kesembuhan, keamanan, dan
kekenyangan serta keberpalingannya dari kelaparan, ketakutan, dan sakit lebih
besar dari pada orang yang tidak diuji dengan berbagai hal tersebut dan tidak
mengenal hakikatnya.
وَكَذَلِكَ مَنْ دَخَلَ مَعَ أَهْلِ الْبِدَعِ وَالْفُجُورِ ثُمَّ بَيَّنَ اللَّهُ لَهُ الْحَقَّ وَتَابَ عَلَيْهِ تَوْبَةً نَصُوحًا وَرَزَقَهُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ يَكُونُ بَيَانُهُ لِحَالِهِمْ وَهَجْرِهِ لمساويهم ؛ وَجِهَادُهُ لَهُمْ أَعْظَمَ مِنْ غَيْرِهِ قَالَ نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ الخزاعي – وَكَانَ شَدِيدًا عَلَى الجهمية – أَنَا شَدِيدٌ عَلَيْهِمْ ؛ لِأَنِّي كُنْتُ مِنْهُمْ .
“Demikian pula seorang yang dulunya bergabung bersama ahli
bid’ah dan kemaksiatan kemudian Allah menjelaskan kebenaran kepadanya dan
menganugerahkan taubat nasuha kepada dirinya serta memberinya rezeki untuk
berjuang di jalan Allah, maka terkadang deskripsi yang disampaikannya mengenai
kondisi ahli bid’ah lebih jelas dan pemboikotan yang dilakukannya terhadap
mereka, serta jihad yang dilancarkannya bagi mereka lebih keras daripada
selainnya. Nu’aim bin Hammad al Khuza’i –beliau sangat keras terhadap aliran
Jahmiyah-, berkata, “Saya bersikap keras kepada mereka, karena dahulu saya
pernah bersama mereka.”
وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : { ثُمَّ إنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا
ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ } نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي طَائِفَةٍ
مِنْ الصَّحَابَةِ كَانَ الْمُشْرِكُونَ فَتَنُوهُمْ عَنْ دِينِهِمْ ثُمَّ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ فَهَاجَرُوا إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ؛ وَجَاهَدُوا وَصَبَرُوا. . وَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَخَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى الْإِسْلَامِ فَلَمَّا أَسْلَمَا تَقَدَّمَا عَلَى مَنْ سَبَقَهُمَا إلَى الْإِسْلَامِ ؛ وَكَانَ [ بَعْضُ مَنْ سَبَقَهُمَا ] دُونَهُمَا فِي الْإِيمَانِ
وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ بِمَا كَانَ عِنْدَهُمَا مِنْ كَمَالِ الْجِهَادِ لِلْكُفَّارِ وَالنَّصْرِ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ ؛ وَكَانَ عُمَرُ لِكَوْنِهِ أَكْمَلَ إيمَانًا وَإِخْلَاصًا وَصِدْقًا وَمَعْرِفَةً وَفِرَاسَةً وَنُورًا أَبْعَدَ عَنْ هَوَى النَّفْسِ وَأَعْلَى هِمَّةً فِي إقَامَةِ
دِينِ اللَّهِ مُقَدَّمًا عَلَى سَائِرِ الْمُسْلِمِينَ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ . وَهَذَا وَغَيْرُهُ مِمَّا يُبَيِّنُ أَنَّ الِاعْتِبَارَ بِكَمَالِ النِّهَايَةِ لَا بِنَقْصِ
الْبِدَايَةِ
Allah ta’ala telah berfirman, (yang artinya), “Dan
sesungguhnya Rab-mu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar. Sesungguhnya Rabb-mu
sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An Nahl 110).
Ayat ini turun terkait dengan sekelompok sahabat yang dahulu
musyrik dan pernah menyiksa para sahabat karena memeluk Islam kemudian Allah
mengampuni mereka dan mereka pun berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian
berjihad dan bersabar. Dahulu, ‘Umar ibnul Khaththab dan Khalid ibnul Walid radhiallahu
‘anhuma termasuk mereka yang sangat keras penentangannya terhadap Islam.
Maka tatkala mereka telah berislam, keduanya mendahului orang-orang yang lebih
dulu berislam dalam melaksanakan ajaran Islam. Dan derajat sebagian orang yang
mendahului mereka dalam berislam berada di bawah keduanya dalam hal keimanan
dan amal shalih, dikarenakan kesempurnaan jihad ‘Umar dan Khalid terhadap
orang-orang kafir dan pembelaan mereka terhadap Allah dan rasul-Nya. Dan
dikarenakan pribadi ‘Umar yang memiliki kesempurnaan dalam hal keimanan, keihlasan,
kejujuran, ma’rifah, firasat, dan cahaya, jadilah beliau pribadi yang paling
jauh dari hawa nafsu dan memiliki semangat yang paling tinggi untuk menegakkan
agama Allah jauh di depan seluruh kaum muslimin selain Abu Bakr radhiallahu
‘anhu.
Seluruh pemaparan ini merupakan salah satu
penjelasan yang menerangkan bahwa yang menjadi tolok ukur dalam hal ini adalah
kondisi seseorang di akhir hidupnya yang baik bukan kondisi di awal
kehidupannya yang buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar